mulustrasi Disha
Disha Amalia, itulah nama lengkapku. Aku adalah seorang gadis yang
tengah menginjakkan kakinya didunia perkuliahan, sudah hampir tingkat 2
aku menempuh perkuliahanku di perguruan tinggi negeri ternama di
Surabaya. Beruntungnya aku karena dilahirkan dari keluarga yang sangat
sangat berkecukupan dalam hal materi. Sehingga aku tidak perlu harus
membagi waktuku dengan bekerja sembari kuliah karena kedua orang tuaku
di kota malang selalu memenuhi semua kebutuhanku.
Meskipun aku dari keluarga berada, namun tidak serta merta aku tumbuh
menjadi gadis yang manja dan punya banyak keinginan. Orang tuaku
mendidikku dengan sangat disiplin, sedari kecil aku dan kakak
laki-lakiku selalu dibiasakan bangun sebelum adzan subuh berkumandang
dan tidak diperkenankan untuk tidur lagi seusai menunaikan kewajiban
shalat karena bisa menyebabkan malas kata mereka.
Sebagai seorang gadis, sekali lagi aku sangat beruntung menjadi gadis
yang menurut orang disekitarku mengatakan aku sempurna. Karena secara
fisik, wajahku cantik diatas gadis rata-rata. Badanku cukup tinggi untuk
ukuran seorang gadis dengan kaki yang jenjang dan betis membunting
padi. Tubuhku juga sintal namun tidak gemuk, dengan ukuran payudara yang
cukup besar, mungkin 34B yang senantiasa bulat membusung dan tidak
turun meskipun aku tidak mengenakan BRA ketika hendak tidur.
Sudah hampir 2th aku menempuh pendidikan tinggi di kota Surabaya
mengambil jurusan farmasi, karena sejak di bangku SMA, aku sangat
menyukai pelajaran eksakta, terutama matematika dan kimia. Sebenarnya
kedua orang tuaku menyuruhku mengambil jurusan kedokteran, dan hasil
SPMB tahun 2005 yang lalupun aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi
yang sama. Namun kecintaanku pada ilmu kimia dan ketakutanku pada darah
yang membuatku mengambil pilihan kedua dari ujian SPMB tadi.
Pada awalnya aku cukup kesulitan menyesuaikan diri dengan kota Surabaya
yang selalu ramai dan cuacanya yang panas itu. Karena di kota malang aku
terbiasa dengan udara yang sejuk dan dingin, jauh sekali jika
dibandingkan dengan suasana kota Surabaya. Di Surabaya, aku tinggal
disebuah rumah kost putri dan menempati sebuah kamar yang cukup lapang
dan nyaman. Namun meski begitu, cuaca Surabaya yang panas selalu
membuatku gerah. Mungkin, ini adalah awal perubahanku meski tidak secara
signifikan.
Keluargaku dikenal sebagai sebuah keluarga yang terpandang, karena dari
pihak ibu masih ada keturunan ningrat, sementara dari pihak ayah,
kakekku adalah seorang perwira belanda yang membelot membela penjajahan
bangsanya sendiri dikarenakan jatuh cinta dengan nenekku yang seorang
gadis pribumi. Mungkin, dari sanalah kecantikan dan kesempurnaan tubuhku
ini berasal. Namun konsekuensinya, kami sekeluarga haruslah menjaga
tutur kata dan perilaku kami dalam bermasyarakat.
Beban moral yang sangat berat aku rasakan karena dimasa muda aku harus
terbiasa menahan diri agar tidak mencoreng nama keluarga. Termasuk
didalamnya, dalam hal berpakaian aku selalu mengenakan busana yang
menutupi tubuh meski aku tidak berhijab. Orang tuaku pernah sangat marah
kepadaku karena aku membeli celana pendek diatas lutut, padahal itu
belum aku pernah aku pakai. Baru aku keluarkan dari kantong belanja
dengan maksud kutunjukkan pada ibu. Namun yang kudapat justru ibu marah
dan membuang celana pendekku tadi.
Namun disini, di Surabaya yang mana aku jauh dari kedua orang tuaku
membuatku harus mengambil keputusan sendiri. Dimana cuaca yang selalu
panas tidak memungkinkanku untuk berbusana seperti halnya ketika aku
dirumah. Diam-diam aku mempergunakan uang direkening tabunganku untuk
membeli pakaian seperti gadis pada umumnya agar aku dapat dengan segera
menyesuaikan diri terutama dengan cuaca panas kota ini.
Pada awalnya cukup aneh rasanya memang, mengenakan pakaian yang sedikit
terbuka memamerkan pundakku ataupun sedikit kemulusan kulit pahaku. Ada
perasaan jengah saat awal-awal mengenakannya, meskipun dikostku
penghuninya adalah wanita, namun tetap saja perasaan itu ada. Namun
kemudian, perasaan jengah tersebut, yang awanya tidak nyaman perlahan
berubah menjadi perasaan ‘aneh’ yang menjalari tubuh indahku. Aku merasa
seksi memperlihatkan kulitku yang putih mulus dan dan senantiasa
terawat itu pada penghuni kostku.
Dan kemudian aku mulai terbiasa mengenakan celana pendek berbahan silky
jeans dan camisole atau biasa laki-laki menyebutnya tanktop yang aku
lapisi cardigan saat keluar kost, entah itu membeli makan ataupun
jalan-jalan. Untuk pertama kalinya, sengaja aku berjalan seorang diri
untuk melihat respon dari para lelaki saat memandangku.
Aku masih ingat saat itu, berjalan jalan diarea kampus dihari minggu
pagi. Banyak pula muda mudi yang juga melakukan hal yang sama, namun
kebanyakan mereka berpasang-pasangan ataupun berkelompok bersama
teman-teman. Cukup aneh memang, gadis cantik seperti diriku berjalan
sendirian tanpa ada yang menemaani. Sepanjang perjalanan menyusuri
kampus dipagi hari, puluhan pasang mata lelaki mulai memandangiku, baik
itu pandangan kagum akan kecantikanku ataupun pandangan yang
menelanjangi kemolekan tubuh sintalku.
Berkali-kali aku mendengar mereka bersiul menggodaku, namun aku tak
menanggapinya. Ada juga yaang ikut berjaalan dibelakangku, memandangi
bongkahan pantatku yang berlenggak-lenggok didepannya. Hingga akhirnya,
aku merasakan tubuhku seperti kesemutan. Payudara dan puting susuku
mengeras didalam BRA dan camisole yang kukenakan, juga liang senggamaku
mulai basah. Ya, inilah pertama kalinya aku terangsang... dan rasanya
sungguh tidak dapat digambarkan, sejak saat itu tumbuh sifat
eksibisionis dalam diriku, keinginan untuk memamerkan tubuh indahku pada
para lelaki, namun dengan diam-diam tentunya agar mereka tidak
menyadari jika aku sengaja melakukannya.
Aku tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi perkuliahan, karena
memang pada dasarnya aku menyukainya. Dan orang mengatakan, jika kita
mengerjakan dengan perasaan suka, maka tidak akan ada yang namanya
beban. Untuk semester pertama aku mendapatkan IP semester 3,47 dan
begitu pula dengan IP semester 2 yang menjadi 3,51. Tentu hal ini
membuat tenang kedua orang tuaku dirumah karena anaknya telaah dapat
hidup menyesuaikan diri dilingkungan yang baru. Namun sayangnya, mereka
tidak tahu, jika sisi liar dalam diri putri mereka yang selama ini
terkungkung oleh norma keluarga juga tumbuh dengan suburnya.
Karena aku menjadi mahasiswi yang cukup cerdas, dibuktikan dengan IP
tinggi yang kuraih. Membuatku semakin dikenal tidak hanya ditingkat
fakultas, namun juga tingkat universitas. Karena selain aktif dalam
perkuliahan, aku juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan BEM
Universitas, yang ditahun kedua aku menduduki jabatan sekretaris. Sebuah
jabatan yang tidak main-main karena jika kulihat pendahuluku sebelumnya
juga mahasiswa dan mahasiswi yang bermental juara.
Dengan semakin dikenalnya aku maka semakin banyak pula lelaki yang
mendekatiku. Baik yang berkmasud menambah teman, menjadikan pujaan hati
ataupun bermaksud mencari kesempatan mendapatkan kenikmatan dari
tubuhku, namun tidak sedikitpun aku menolak mereka hanya saja keinginan
ku untuk melabuhkan hati memang belum ada. Sebagai seorang gadis aku
memang terlalu supel dan cepat akrab dengan orang, sehingga tidak heran
banyak laki-laki yang menyukaiku karena mereka tidak menganggapku
sombong.
Mereka dengan berbagai alasan selalu mencari cara untuk dapat dekat
denganku, baik melalui telepon, sms dan sosial media facebook. Juga
sering mereka datang beramai ramai kekostku dengan dalih belajar
kelompok. Siang itu udara cukup panas, sehingga sepulang kuliah aku
dengan bergegas melepas semua pakaian ku dan mandi. Seusai mandi, belum
sempat aku berpakaian aku mendapat telepon dari temanku, Rudy bahwa dia
bersama Dimas, Dodi, Bayu dan Pras sudah ada didepan pagar karena mereka
minta diajari mata kuliah kalkulus.
Meski seusai mandi, tetap saja aku merasakan gerah karena cuaca yang
memang panas. AC dikamarpun juga tidak banyak membantu,segera kupakai
BRA hitam dengan motif berenda dan celana dalam, untuk luarannya jadi
kuputuskan mengenakan camisole berwarna kream yang kumasukkan kedalam
rok diatas lutut dengan warna biru gelap. Cukup membuatku nyaman karena
angin yang berhembus sepoi-sepoi mendinginkan tubuhku. Inilah pertama
kalinya aku dikunjungi cowok dikostku. Mereka terperangah saat aku temui
dihalaman depan, mungkin mereka terkejut melihatku dengan pakaian yang
cukup seksi dan terbuka. Aku yakin mereka dapat melihat BRA yang aku
kenakan karena camisole ku ini cukup tipis dan dan warnanya pun kontras
dengan bra yang aku kenakan. diluar angin yang cukup nakal berkali-kali
mengibaskan rokku sehingga memperlihatkan kemulusan kulit pahaku dan
mungkin saja mereka dapat melihat celana dalamku yang berwarna hitam
dengan motif renda disisi-sisinya.
“maaf ya lama, tadi masih mandi karena udaranya panas” ujarku sambil
menguncir rambutku dibelakang sehingga mereka dapat melihat kemulusan
kulit ketiakku.
“ah gak apa-apa lagi dish, iya kan bro” sahut dodi pada teman-temannya
“iya lah, menunggu wanita cantik kan tidak pernah salah” balas Rudy yang dikenal sebagai plaboy
“mmm, ayo mari masuk kedalam, diluar panas” kataku mempersilahkan mereka memasuki kamarku.
Kamar kosku memang sangat lapang, karena dengan kami berenam masih
menyisakan cukup space untuk 5 orang lagi, untuk biaya sewa kamar kos
ini setiap bulannya aku mengeluarkan biaya kurang lebih 800 ribu dengan
fasilitas yang lengkap didlamannya. Pintu sengaja ku buka lebar-lebar
karena tidak enak dengan tetangga kost sebelah. Mereka duduk
mengelilingku dan berebutan duduk disampingku. Lucu juga pikirku melihat
mereka bertingkah kekanak kanakan.
“itu tempatnya masih banyak yang lega, kok ya bergerombol sih duduknya,
sesak lho nanti” candaku karena mereka duduk berebutan didekatku
“enakan gini lagi Dish, nanti bisa buat lega” jawab Rudy sambil senyum senyum
“bukannya semakin sesak ya nanti” pancingku lagi
“kalau sesak ya kami pinjam kamar mandimu Dish biar jadi lega” sahut Dimas
“tapi kalau begini kalian agak bakalan fokus nanti, ayo mundur-mundur” dorongku pada mereka agar mengambil jarak
“yah, ndak jelas nanti Dish” potong Bayu
“ya nanti aku ajari lagi mana yang belum jelas” sahutku
“oia, kalian mau minum apa nih?” tawarku pada mereka ber lima setelah hmpir 30 menit berlalu
“yang dingin-dingin aja Dish, sudah gerah ini kami” jawab Rudy sambil tersenyum pada teman-temannya
“tunggu dulu ya, tak buatkan dibelakang” ujarku sambil mencoba untuk
berdiri. Namun karena aku mengenakan rok yang berbahan kain cukup tipis,
sehingga ketika aku mencooba berdiri, ada kain yang menyelip dilipatan
bawah paha dan membuat celah cukup lebar bagi mereka memandangi
selakanganku yang tertutup celana dalam hitam berenda.
‘glek’
Aku dapat mendengar mereka meneguk ludah saat melihat momen tersebut.
Dalam hati aku tersenyum puas karena bisa membuat mereka pusing dengan
godaan yang kulakukan.
“lihat apa?” tanyaku pura-pura marah
“gak kok Dish, kami tadi lagi diskusi soal ini agak sulit” jawab Pras
gelagapan, mereka salah tingkah karena kepergok memandangi selakanganku.
Berkali-kali mereka merubah posisi duduk karena mungkin sudah mulai
‘tidak nyaman’.
“awas macam-macam” sungutku sembari keluar kamar, namun dengan sengaja
aku melenggok-lenggokkan pinggulku untuk semakin menggoda mereka.
Sebenarnya, tanpa aku sengajapunketika berjalan, pantatku sudah
bergoyang seiring gerakan kakiku. Entah kenapa bisa seperti itu meski
itu tak kusengaja, sehingga meski dengan pakaian yang sopan, ketika di
Malang aku masih sering digoda saat berjalan.
Rumah kos ini cukup besar memang, bahkan bisa dibilang sangat besar.
Pemiliknya memang menyediakan fasilitas dapur dan sebuah lemari
pendingin yang cukup besar untuk menyimpan sayuran bagi penghuninya yang
ingin memasak.
Kubuatkan mereka orange jus dengan es batu yang cukup banyak karena
cuaca siang ini memang sangat panas, tidak lupa pula aku siapkan
cadangan karena aku yakin mereka pasti akan berlama-lama dikosanku.
maklumlah karena saat ini bulan april, saat dimana matahari mendekati
garis khatulistiwa, apalagi Surabaya dataran rendah yang dekat dengan
pantai, sehingga semakin panas karena penguapan dari selat Madura.
Tampak mereka berbisik bisik dan masih saja berusaha membetulkan posisi
duduk tanpa menyadari aku sudah ada didepan pintu melihat mereka.
Kudengar mereka tertawa cekikikan membahas diriku.
“hayo, ngomongin apaan itu barusan?” sahutku mengagetkan mereka
“eh Disha, sudah lama datangnya?” tanya bayu kaget
“sudah dari 3 menit yang lalu kali” jawabku sambil berjalan kedalam kamar
“hehe hehe” tawa mereka karena kupergoki membicarakan diriku
“ini minumnya” sahutku mengambil posisi bersimpuh menggunakan kedua
lututku sebagai tumpuan. Aku sengaja meletakkan gelas orange jus itu
ditengah-tengah dengan agak berjongkok. Sehingga ujung rok yang
kukenakan dibelakang sedikit tertarik keatas dan aku yakin, Bayu dan
Pras dapan melihat kemulusan paha belakangku. Sementara itu, kulirik
sepintas nampak Rudy, Dimas dan Dodi dengan nanar memperhatikan
payudaraku yang seperti hendak tumpah.
“udah ah ngelihatinnya, kayak lihat hantu aja sampai melongo gitu” godaku pada mereka
Mereka yang tengah dalam lamunan masing-masing dengan malu-malu tersenyum karena ketahuan tengah asyik memandangi tubuhku
“hehehe, iya Dish habisnya kamu cantik banget” sahut Dodi
“jadi ndak konsen deh belajarnya” tambah Pras
“ayo fokus-fokus, katanya gak mau ngulang lagi semester ini” ajak ku
Mereka berlima memanglah bukan teman seangkatanku, karena mereka
setingkat diatasku. Hanya saja tahun kemarin nilai mereka jeblok jadi
harus mengulang mata kuliah ini agar bisa melanjutkan mata kuliah
lainnya disemester depan.
“hahaha iya Dish, ayok dimulai lagi” sahut bayu
“mana lagi nih yang belum bisa?” tanyaku pada mereka setelah kujelaskan cara dan langkah-langkah menyelesaikan soal
“yang ini nih Dish, bagian ini aku kurang paham” jawab Rudy
“yang ini?” tanyaku heran sambil tersenyum kepadanya
Wajar saja jika aku heran, karena yang ditanyakan Rudy itu tadi adalah
contoh soal yang paling dasar, sementara untuk soal pengembangannya dia
tadi sudah bisa menyeleseikan contoh soal yang aku berikan. Mungkin
mereka mencari cara supaya bisa berlama-lama bersamaku sehingga
mencari-cari alasan namun sayangnya saking gugupnya Rudy sampai salah
memilih alasan.
Berkali-kali mereka mencuri-curi kesempatan memandangi tubuhku, mereka
juga saling tersenyum satu sama lainnya ketika usai memandangiku. Senyum
cabul yang biasa kulihat dari mata lelaki hidung belang yang biasa
menggodaku. Namun mereka adalah teman-temanku, sehingga mereka punya
kesempatan lebih lama untuk memandangku dibandingkan lelaki hidung
belang yang sering berpapasan denganku dijalan.
Tonjolan payudaraku yang membusung, bulatnya pantatku yang menggoda dan
kemulusan pahaku yang selalu tersingkap menjadi sajian mereka menemani
belajar bersama hingga malam menjelang. Aku dapat melihat jika
batang-batang penis mereka menggembung dibalik ceana yang mereka pakai.
Namun untuk berbuat lebih jauh rupaya mereka masih punya pikiran sehat
sehingga tidak berniat memperkosaku meskipun aku yakin mereka punya
imajinasi untuk berhubungan badan denganku.
“Sudah paham kan sekarang?” tanyaku lagi setelah kulihat jaam didinding menunjukkan pukul 20.15
“iya Dish, sekarang kami sudah paham” sahut Dimas
“kami pasti bisa dapat nilai B Dish semester ini” sahut Bayu optimis
"nilai B? Harus dapat nilai A lah, kan sudah belajar lama” tantangku pada mereka ber lima
“dapat A ya?” tanya Rudy
“iya lah, kan sudah bisa semua tadi jawab soal yang kubuatkan. Soal bu Yayuk seputar ini nanti”, jawabku pada mereka
“kamu kok tau Dish?” tanya Dimas heran
“lah, kan aku asisten dosen, lagipula yang buat soal lho aku nanti” ujarku bangga
“wah, yang bener Dish???” tanya mereka ber lima
“iya lah, aku sudah buat 5 jenis soal, tiap jenis soal ada 5 item yang
harus diseleseikan. Nah nanti terserah bu Yayuk mau ambil item-item yang
mana. Tapi soal-soal yang aku berikan tadi sudah mewakili yang akan
kalian ujikan” tambahku
“kalau begitu, aku lihat soalnya aja Dish” ujar Pras
“yee enak saja, curang itu namanya” aku mencubit pinggang Pras hinggaa membuatnya menjerit
“adduh, sakit Dish” sahut Pras sambil memeriksa pinggangnya
“ya ampun Pras, kamu dicubit gitu saja kesakitan. Kalau yang mencubit
Disha sih, berapa kalipun aku mau. Ini tuan putri pinggangku untuk
dicubit” goda Rudy membuka kaosnya dan memamerkan perutnya yang sixpack
“eh apaan sih Rud, godain mulu kamu” jawabku sambil tersenyum
“kamu cantik sih Disha, jadinya enak digodain” sahut Dodi
“terus ini kita dapat apa misal ujian nanti dapat nilai A?” tanya Rudy kembali
“dapat nilai A ya berarti kalian bisa dapat mengikuti mata kuliah
statistik terapan semester depan lah, biar ndak molor lama wisudanya
nanti kalau gak lulus lagi” jawabku setengah bercanda
“yah gak seru Dish” ujar Dimas
“iya nih Dish, kita dapat apa gitu dari kamu?” tanya Rudy
“ya sudah, nanti misal bisa dapat nilai A, kita jalan-jalan ke Batu.
Sekalian ngantar aku pulang, bagaimana?” tawarku pada mereka
“janji ya?” Dimas mencoba memastikan
“iya iya aku janji” jawabku sambil tersenyum
tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 20.30, meskipun di Surabaya
selalu ramai. Namun saat ini sedang libur pertengahan semester. Lumayan
dapat jatah libur 1 minggu dari kampus sehingga banyak mahasiswa yang
pulang kekampung halamannya. Di kosan kupun hanya tinggal 3 penghuninya,
dan pemilik rumah kos yang ada di bagian depan rumah.
“eh, kalian ndak pada pulang? Sudah malam tuh, dicari induk semang kalian lho nanti” ujarku mengingatkan mereka
“hahaha, kayak anak perawan aja Dish cowok jam segini balik kost” kelakar Dimas
“iya nih, lagipula besuk kan masih libur” tambah Dodi
“oia Dish, kita mau ke blo*fish nih, kamu mau ikut?” tawar Rudy
“iya Dish, daripada kamu bete dikamar sendirian kan. Mending jalan-jalan biar ndak suntuk” tambah bayu
Sebagai seorang gadis ‘rumahan’, bukan berarti aku tidak tahu jika
tempat yang disebutkan Rudy tadi adalah tempat hiburan malam meskipun
sekalipun aku belum pernah menginjakkan kakiku disalah satu tempat tadi.
Selain karena memang aku belum merasa perlu kesana juga belum ada yang
mengajakku untuk hangout kesana.
“mmm, gimana ya?” tanyaku sedikit berfikir
“soalnya kalau malam disini pagarya dikunci” tambahku
“gampanglah itu Dish, kan kita bisa menghabiskan malam disana, terus
nanti kalau jenuh bisa jalan-jalan ke Suramadu, gimana?” bujuk Rudy yang
diamini teman-temannya
“baiklah, aku ganti dulu kalau begitu mau pakai celana panjang saja karena malam” sahutku
“ndak perlu Dish, gitu aja. Lagipula dress codenya kalau cewek ndak boleh pakai celana panjang” kata Dimas
“yah terus gimana? Angin juga kan dingin pastinya diluar kalau malam” kataku
“kan kita nanti naik mobilku Dish, kebetulan aku kemarin pulang bawa mobil kesini” sahut Rudy
“ok, sudah fix kan Dish. Ayo kamu siap-siap, kita balik dulu ambil mobilnya Rudy” Dodi dengan santainya menyimpulkan
Akhirnya dengan sedikit terpaksa aku ikuti kemauan mereka. Setelah
mengantar mereka keluar pagar, aku kembali masuk kekamar untuk
bersiap-siap. Hatiku sedikit gelisah karena ini pertama kalinya aku
keluar dimalam hari, ketempat hiburan malam lagi. Entah apa yang akan
kudapatkan jika sampai kedua orang tuaku dirumah sampai tahu jika anak
gadisnya keluyuran ditempat hiburan malam sendiriaan bersama 5 orang
laki-laki.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar